Kategori Fokus Utama
FIQHUL WAQI' [MEMAHAMI REALITA UMMAT]
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Bagian Kelima dari Enam Tulisan [5/6]
[J]. BAGAIMANAKAH DATANGNYA PERTOLONGAN ALLAH JALLA JALALUHU ?
Alhamdulillah, merupakan sebuah kesepakatan yang tiada persilangan pendapat diantara kaum muslimin tentangnya, bahwa makna firman Allah Jalla Jalaluhu : "Jika kamu menolong (agama) Allah" adalah : "Jika kamu mengerjakan apa-apa yang diperintahkanNya, niscaya Allah Jalla Jalaluhu akan menolong kamu dari musuh-musuhmu".
Di antara nash-nash yang mendukung makna ini dan sangat sesuai dengan realita yang kami alami, dimana dalam nash tersebut telah digambarkan "jenis penyakit" dan sekaligus "cara terapinya" secara bersamaan, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Jika kamu telah berjual beli dengan sistem "baiiul 'innah" [1]
memegang ekor sapi dan ridlo dengan pekerjaan bertani serta meninggalkan jihad (dijalan Allah), niscaya Allah akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agamamu" [2]
Jika demikian kondisinya, maka penyakit kaum muslimin pada zaman ini bukan karena kejahilan mereka akan ilmu tertentu saja, saya (Al-Albani) katakan hal ini dengan tetap mengakui bahwa setiap disiplin ilmu yang bermanfaat bagi kaum muslimin adalah wajib, sesuai dengan porsinya akan tetapi, kehinaan dan kerendahan yang dijumpai mereka bukan karena kejahilan mereka tentang apa yang dinamakan Fiqhul Waqi', namun penyebabnya adalah sikap mereka yang menggampangkan dan meremehkan pengamalan hukum-hukum agama, baik yang termaktub dalam al-Qur'an maupun dalam sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam : "Jika kamu telah berjual beli dengan sistem "baiiul 'innah", adalah sebuah isyarat dari beliau yang menunjukkan salah satu jenis mu'amalah yang bermuatan riba, dan memakai siasat (tipu daya) terhadap syari'at Allah Jalla Jalaluhu.
Sabda beliau : "dan kalian telah mengambil/memegang ekor-ekor sapi". Isyarat beliau yang menunjukkan perhatian yang difokuskan kepada urusan-urusan duniawi, dan kecenderungan kepadanya, serta tidak adanya perhatian terhadap syariat dan hukum-hukumnya. Seperti ini pula yang diisyaratkan oleh sabda beliau : " dan kamu telah ridha dengan pekerjaan bertani".
Sabda beliau : "kamu telah meinggalkan jihad" sebagai buah dari sikap ingin hidup kekal di dunia ini, sebagaimana firman Allah Jalla Jalaluhu.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu : "berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupanmu di akhirrat ? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit" [At-Taubah : 38]
Dan sabda beliau : "niscaya Allah Jalla Jalaluhu akan menjadikan kehinaan menguasai kamu, Dia tidak akan mencabutnya dari kalian, hingga kalian kembali kepada agamamu", mengisyaratkan secara jelas bahwasanya "agama" yang merupakan kewajiban kita untuk kembali kepadaNya, adalah agama yang disebutkan oleh Allah Jalla Jalaluhu pada beberapa ayat yang mulia seperti :
"Artinya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam ..." [Ali-Imran : 19]
"Artinya : ... Pada hari ini telah Ku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu nikmat Ku, dan telah Kuridhai Islam jadi agama bagimu ..." [Al-Maaidah : 3]
Komentar Imam Malik yang sangat masyhur tentang ayat ini telah memberikan penjelasan tentang maksudnya, beliau berkata :
"Artinya : Apa saja yang bukan dari agama ketika ayat ini diturunkan, maka bukanlah ia bagian dari agama pada hari ini, dan ummat yang datang kemudian tidak akan menjadi baik, kecuali dengan sesuatu yang dengannya telah menjadi baik para pendahulu mereka"
[K]. SIKAP GHULUW TERHADAP FIQHUL WAQI'
Para da'i di zaman ini yang selalu mendengungkan seputar Fiqhul Waqi, membesarkan dan meninggikan statusnya, perbuatan ini pada dasarnya bisa dibenarkan, namun mereka telah melampaui batas padanya, dimana mereka mewajibkannya bagi setiap orang alim bahkan setiap penuntut ilmu untuk menjadi seorang yang mengetahuinya, meskipun mereka lakukan itu bisa jadi tanpa disengaja.
Padahal bersamaan dengan itu banyak diantara para da'i yang mengetahui secara seksama, bahwa pemahaman agama Islam yang telah diridhoi Allah Jalla Jalaluhu pada ummat ini telah mengalami perubahan sejak sediakala, bahkan perubahan pemahaman tersebut menyentuh masalah-masalah yang berkaitan dengan aqidah.
Banyak orang yang kita jumpai mengucapkan Laailaha illallah (Tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah Jalla Jalaluhu), menegakkan semua rukun Iman, bahkan melaksanakan ibadah-ibadah yang sifatnya nafilah/tambahan, seperti qiyamul lail (shalat malam), bersedekah dan yang semacamnya. Namun mereka melakukan penyimpangan/penyelewengan dari ayat Allah Jalla Jalaluhu seperti.
"Artinya : Ketahuilah bahwasanya tidak ada sesembahan yang sebenarnya kecuali Allah ..." [Muhammad : 19] [2]
[I]. REALITA PARA DA'I TERHADAP FIQHUL WAQI'
Kami mengetahui bahwa banyak di antara da'i-da'i itu yang juga sama seperti kami dalam mengetahui akar/pangkal penyebab keburukan yang dialami kaum muslimin pada zaman ini, yaitu jauhnya mereka dari pemahaman Islam yang benar, dalam hal-hal yang merupakan wajib 'ain (kewajiban atas perseorangan), dan bukan hanya pada apa yang merupakan wajib kifayah (kewajiban atas sebagian orang).
Maka yag wajib (kita laksanakan) meluruskan dan membenarkan aqidah, ibadah dan suluk (akhlak, perangai dan budi pekerti). Siapakah orang yang telah melaksanakan kewajiban yang merupakan fardhu 'ain dan bukan sekedar fardhu kifayah dari kalangan ummat ini ? Karena kewajiban melaksanakan fardhu kifayah itu datangnya sesudah (fardhu 'ain).
Oleh sebab itu menyibukkan diri dan mencurahkan perhatian terhadap ajakan segelintir manusia dari kalangan ummat ini untuk memperhatikan sebuah fardhu kifayah yaitu Fiqhul Waqi', serta mengecilkan sebuah pemahaman yang sifatnya fardhu 'ain bagi setiap muslim, yaitu memahami al-Kitab (al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, yang telah saya tunjukkan, ini merupakan perbuatan melampaui batas dan penyia-nyian terhadap suatu kewajiban yang ditekankan kepada setiap orang dari ummat muslimin ini dan merupakan sikap berlebih-lebihan dalam memposisikan sebuah urusan (Fiqhul Waqi') yang kondisi sebenarnya sebagai fardhu kifayah.
[Disalin dari Majalah : as-Salafiyah, edisi ke 5/Th 1420-1421. hal 41-48, dengan judul asli "Hukmu fiqhil Waqi' wa Ahammiyyatuhu". Diterjemahkan oleh Mubarak BM Bamuallim LC dalam Buku "Biografi Syaikh Al-Albani Mujaddid dan Ahli Hadits Abad ini" hal. 127-150 Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i]
_________
Foote Note
[1] Baii'ul 'inah (jual beli 'inah) yaitu menjual suatu barang kepada seorang dengan cara menghutangkannya untuk jangka waktu tertentu, dan barang tersebut diserhakan kepadanya, kemudian sipenjual membelinya kembali dari pembeli secara kontan dengan harga yang lebih murah, sebelum menerima pembayaran dari si pembeli tersebut [Lihat 'Aunul Ma'bud 9/242, Silsilah al-Ahadiiits ash-Shahihaah I hal.42]
[2] Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah, jilid I hal.42 No.11
[3] Mereka menyimpang kepada pengangungan dan penyembahan kuburan-kuburan, mengikuti tarekat-tarekat sufi dalam bid'ah-bid'ah yang terjadi pada aqidah, bersamaan dengan realita ini, namun para da'i yang bermunculan dari negeri-negeri tersebut tidak berdakwah mengajak kepada tauhid, mereka ibarat batang pohon-pohon kurma yang telah lapuk [redaksi majalah salafiyyah]
CHM Al-Manhaj Versi 3.8 Online melalui www.alquran-sunnah.com.